Skip to content

About

Assosiasi Advokat Indonesia Officium Nobile disingkat “AAI”, Anggaran Dasar AAI dibuat dengan Akta Notaris No. 96 Tahun 2013 dan Akta Notaris No. 210 Tahun 2014. Semula organisasi ini bernama Asosiasi Advokat Indonesia saja, namun dalam perjalanannya nama Asosiasi Advokat Indonesia ditambahkan kata Officium Nobile untuk disahkan sebagai Badan Hukum Perkumpulan berdasarkan Keputusan Menkumham No. AHU-114.AH.01.07.TAHUN 2014 dan No. AHU-0000416.AH.01.08.TAHUN 2022 tanggal 04 Maret 2022.
AAI adalah Organisasi Advokat (OA) yang bertujuan untuk menghimpun dan mempersatukan para Advokat di seluruh Indonesia. AAI selalu menjunjung tinggi martabat dan kehormatan Advokat Indonesia untuk menegakan hukum, kebenaran dan keadilan tanpa membedakan suku,  agama dan keyakinan.

Logo AAI

Berdirinya Asosiasi Advokat Indonesia Officium Nobile (AAI)

Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) didirikan pada tanggal 27 Juli 1990, oleh dua ratusan anggota Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), yang pada waktu itu sedang mengikuti Musyawarah Nasional (MUNAS) IKADIN di Hotel Horison, Ancol, Jakarta Utara, yang kemudian menyatakan keluar dari IKADIN karena proses pemilihan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) IKADIN periode 1990-1994 dinilai telah menyalahi Anggaran Dasar (AD) IKADIN. IKADIN adalah bentuk baru dari PERADIN (Persatuan Advokat Indonesia) setelah dikeroyok oleh organisasi-organisasi lain diantaranya BBH, LBH Trisula, LKBH Golkar, LBH MKGR, Pusbadhi, pada tahun 1986.

Menjelang acara pemilihan Ketua Umum DPP IKADIN tersebut, terjadi perbedaan pendapat di antara peserta Munas mengenai tata cara pemungutan suara. Di satu pihak, anggota yang dimotori mayoritas IKADIN cabang Jakarta yang diketuai Rudhy A. Lontoh, SH menginginkan pemungutan suara didasarkan pada ketentuan AD, yaitu one man one vote atau satu anggota satu suara, sementara di lain pihak menginginkan pemungutan suara dilakukan berdasarkan perwakilan melalui Dewan Pimpinan Cabang yang hadir, berdasarkan Raker tahun 1990. Untuk menghindari pertentangan yang dapat menimbulkan pertentangan secara fisik di antara peserta MUNAS, maka peserta MUNAS berpegang teguh pada AD IKADIN, meninggalkan (walk out) acara MUNAS kemudian menyatakan keluar dari IKADIN.

Mereka yang sepaham mengadakan rapat di Gedung Serbaguna Putri Duyung Cottage di kawasan Taman Impian Jaya Ancol, yang jaraknya kira-kira 500 meter dari hotel Horison. Secara spontan mereka sepakat berikrar mendirikan organisasi advokat yang bernama ASOSIASI ADVOKAT INDONESIA (AAI). Mereka yang turut mendirikan AAI dari berbagai daerah yaitu DKI Jakarta, Bandung, Ujung Pandang, Manado, Pekanbaru, Bandar Lampung, Kupang, dan Pematang Siantar.

Suasana pada waktu itu begitu mengharukan, penuh rasa persatuan dan persaudaraan di antara mereka yang turut mendirikan AAI. Mereka beramai-ramai menandatangani ikrar di atas spanduk dan bersama-sama menyanyikan lagu “Kemesraan” (yang kemudian menjadi lagu kenangan yang selalu dinyanyikan pada setiap kesempatan yang diselenggarakan AAI di manapun berada, seperti RAKER, MUNAS, Ulang Tahun AAI, dan lain sebagainya).

Anggaran Dasar (AD) AAI diaktanotariskan dihadapan Notaris Stephany Maria Lilianti SH dengan akta No. 96 Tahun 2013 tanggal 29 Mei 2013 dan Akta No. 210  tanggal 11 Maret 2014, semula bernama Asosiasi Advokat Indonesia diubah menjadi  Asosiasi Advokat Indonesia Officium Nobile sebagai Badan Hukum Perkumpulan yang disahkan dengan Keputusan Menkumham No. AHU-114.AH.01.07.TAHUN 2014 dan No. AHU-0000416.AH.01.08.TAHUN 2022 tanggal 04 Maret 2022.

Perjalanan AAI

Pada periode awal, yaitu periode konsolidasi tahun 1990-1995 AAI dipimpin GANI DJEMAT, SH (Almarhum) sebagai Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) AAI, didampingi Wakil Ketua Umum YAN APUL GIRSANG, SH dan Sekertaris Jenderal DENNY KAILIMANG, SH.

Ketika baru berdiri, AAI hanya memiliki 8 Dewan Pimpinan Cabang (DPC) saja, yaitu di DKI Jakarta, Bandung, Ujung Pandang, Manado, Pekanbaru, Bandar Lampung, Kupang, dan Pematang Siantar. Setelah 5 tahun kemudian, yaitu pada tahun 1995, jumlah DPC AAI di seluruh Indonesia menjadi sebanyak 31 DPC di Balikpapan, Banjarmasin, Banda Aceh, Bandar Lampung, Bandung, Bekasi, Bogor, DKI Jakarta, Denpasar, Gianyar, Kabanjahe, Kendari, Kupang, Lhokseumawe, Malang, Manado, Medan, Palu, Palembang, Pekanbaru, Pematang Siantar, Rantau Prapat, Samarinda, Semarang, Serang, Singaraja, Surabaya, Surakarta, Tanggerang, Ujung Pandang, dan Yogyakarta, dengan jumlah anggota seluruhnya 896 orang.

Dalam periode 1990-1995 ini, DPP AAI bersama Ikadin dan Ikatan Penasihat Hukum dan Pengacara Indonesia (IPHI) telah mencoba untuk memberlakukan satu kode etik profesi dengan melakukan unifikasi kode etik, yang dimaksudkan untuk mencegah berpindahnya advokat yang melanggar kode etik, dari satu organisasi ke organisasi lain, untuk menghindari sanksi kode etik dari organisasinya.

Selanjutnya pada periode kedua, yaitu 1995-2000, DPP AAI dipimpin YAN APUL GIRSANG, SH yang sebelumnya menjabat Wakil Ketua Umum, secara otomatis menjadi Ketua Umum, sesuai AD pada waktu, didampingi Wakil Ketua Umum HAKIM SIMAMORA, SH dan Sekretaris Jenderal EDDY BOEDHI PRASETIO, SH (meninggal dunia ditengah jabatannya) kemudian digantikan oleh Drs. HENSON, SH, MH.

Pada periode ini, tepatnya tanggal 8 April 1996, tiga organisasi AAI, Ikadin, dan IPHI sepakat mendirikan forum bersama bernama Forum Komunikasi Advokat Indonesia disingkat FKAI yang berfungsi sebagai wadah komunikasi organisasi advokat dalam rangka merencanakan pembinaan profesi advokat dan RUU Advokat.

Pada periode ini pun AAI sudah mempunyai pemikiran, bahwa diperlukan adanya suatu Dewan Kehormatan Bersama AAI, Ikadin, dan IPHI, selanjutnya pemikiran ini terwujud dalam semangat pasal 27 ayat (1) UU No.18/2003 tentang Advokat, yaitu hanya ada satu Dewan Kehormatan Organisasi Advokat yang dibentuk oleh Organisasi Advokat.

Pada periode 1995-2000 ini dikatakan sebagai periode pembinaan karena program kerja AAI dalam periode ini ditekankan kepada peningkatan kwalitas anggota untuk meningkatkan profesi anggota, dengan menyelenggarakan berbagai seminar di Jakarta dan daerah, pendidikan dan pertemuan ilmiah secara rutin. Setelah satu dasawarsa, jumlah anggota AAI di 31 DPC telah meningkat menjadi kira-kira 1500 orang.

Bersamaan dengan mulainya era Reformasi, DPP AAI periode 2000-2005, dipimpin DENNY KAILIMANG, SH, MH. Sebagai Ketua Umum yang ketiga, didampingi Wakil Ketua Umum THOMAS E. TAMPUBOLON, SH, MH dan Sekretaris Jenderal TEDDY SOEMANTRY, SH.

Seluruh program DPP AAI dalam periode 2000-2005 ini diarahkan sejalan dengan agenda reformasi hukum. Pada tanggal 11 Februari 2002, AAI bersama 6 organisasi advokat, pengacara, dan penasihat hukum, yaitu Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), dan Himpunan Konsultan hokum Pasar Modal (HKHPM), membentuk Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI) menggantikan FKAI, dalam rangka menyongsong satu organisasi advokat Indonesia.

Tiga tugas pokok KKAI adalah:

  • Menyusun dan mengesahkan kode etik bersama yang berlaku bagi 7 organisasi pengacara, advokat dan penasihat hukum yang tergabung dalam KKAI.
  • Turut sebagai pelaksana ujian pengacara praktek bersama Mahkamah Agung RI.
  • Menggoalkan RUU Advokat menjadi UU Advokat.

Pada tanggal 23 Mei 2003, KKAI, di mana AAI termasuk di dalamnya, memprakarsai dan merampungkan Kode Etik Advokat Indonesia sebagai satu-satunya peraturan kode etik yang diberlakukan dan berlaku di Indonesia, bagi mereka yang menjalankan profesi advokat. Kemudian kode etik tersebut dinyatakan dalam pasal 33 UU No.18/2003 tentang Advokat, mempunyai kekuatan hukum secara mutatis mutandis sampai ada ketentuan baru yang dibuat oleh organisasi advokat.

Tidak lepas dari peran AAI yang besar, KKAI berhasil menggolkan pengesahan UU No.18/2003, setelah sebelumnya pada tanggal 17 April 2002 bersama Mahkamah Agung menyelenggarakan ujian pengacara praktek secara serentak di seluruh wilayah pengadilan tinggi, disusul kemudianpada tanggal 27 Agustus 2002 KKAI secara mandiri menyelenggarakan ujian kode etik di seluruh Indonesia.

Sampai dengan Desember 2004, berdasarkan hasil verifikasi KKAI dan perkembangan setelah verifikasi, jumlah anggota AAI yang telah mendaftar kembali adalah sebanyak 4292 orang dari 75 DPC AAI se Indonesia.

Sesuai dengan hasil MUNAS AAI ke 4 yang dilaksanakan pada Tanggal 11 – 14 November 2010 di GRAND BALI BEACH HOTEL SANUR telah terpilih sebagai pimpinan AAI adalah putra dari Almarhum Gani Djemat yang merupakan salah satu pendiri dan mantan Ketua AAI, yaitu Humphrey R. Djemat.

Sebagai pimpinan yang baru Humprey berusaha untuk memperjuangkan dan mengembangkan citra AAI untuk Penguatan AAI untuk Kehormatan Profesi Advokat, masyarakat, Bangsa dan Negara.

Dengan moto “Membangun Advokat Pejuang” telah dibuktikan dengan:

  • Adanya Nota Kepahaman dengan BPN2TKI untuk perlindungan hukum TKI,
  • Adanya Nota Kepahaman denganuntuk melahirkan Advokat AAI sebagai advokat pejuang,
  • Terpilihnya Humphrey sebagai Ketua Umum AAI di Satgas Perlindungan Hukum bagi WNI/TKI di luar negeri yang akan dihukum mati,
  • Ditunjuk sebagai juru bicara Satgas.

Untuk kedalam Humprey telah melakukan langkah-langkah:

  • Membangun Website AAI yang dapat dipergunakan sebagai sarana informasi baik kedalam AAI maupun dengan masyarakat luas,
  • Membangun database Anggota AAI yang dapat diakses secara online,
  • Menerbikan Kartu Anggota AAI dengan mempergunakan Kartu anggota denggan teknologi RFID yang dapat dipergunakan secara luas, salah satunya adalah untuk absen dalam kegiatan AAI,
  • Untuk menunjang mobilitas anggota AAI, telah terjalin kerjasama dengan beberapa penerbangan, travel, dan hotel dengan prioritas untuk mendapatkan harga khusus.

Diharapkan dengan kerjasama seluruh jajaran Kepengurusan 2010-2015 dan partisipasi anggota AAI akan dapat tercapai perjuangan AAI dalam membangun Advokat Pejuang di NKRI yang kita cintai.

Pada periode ini secara yuridis telah mendaftarkan AAI sebagai Badan Hukum Perkumpulan dengan nama Asosiasi Advokat Indonesia Officium Nobile disingkat AAI dengan Keputusan Menkumham No. AHU-114.AH.01.07.TAHUN 2014 dan No. AHU-0000416.AH.01.08.TAHUN 2022 tanggal 04 Maret 2022.

Munas AAI ke-5 diadakan pada tanggal 3-5 Desember 2015 di Hotel Clarion Makassar.

Di tengah situasi perpecahan berbagai organisasi advokat dan ketidakpastian aturan hukum yang melindungi para advokat, AAI dituntut kepemimpinan yang teguh menjunjung tinggi cita-cita organisasi sebagaimana tercantum dalam Anggaran Dasar (AD) yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas advokat dalam meraih profesi yang mulia dan bermartabat. Oleh karena itu, sebelum dilaksanakannya Munas, yaitu pada tanggal 30 November 2015, para kandidat Ketua Umum AAI, yiatu Johnson Panjaitan, Palmer Situmorang dan Muhammad Ismak, telah menandatangani Pakta Integritas yang bertujuan untuk memastikan AAI akan tetap bersatu, tidak akan terpecah belah.

Hasil pemilihan tersebut, Muhammad Ismak terpilih Ketua Umum DPP Asosiasi Advokat Indonesia periode 2015-2020. Namun seiring status AAI sebelum Munas 2015 tersebut, AAI masa periode kepemimpinan Humhprey Djemat (2010-2015) dalam AD AAI telah dituangkan dalam Akta No. 96 Tahun 2013 dan Akta No. 210 sudah dilakukan perubahan dengan tambahan nama pada bagian belakang menjadi “Asosiasi Advokat Indonesia Officium Nobile” disingkat AAI, suatu Badan Hukum Perkumpulan (BHP) dan disahkan berdasarkan SK Menkumham No. AHU-114.AH.01.07.TAHUN 2014. Terakhir dengan SK No. AHU-0000416.AH.01.08 Tahun 2022, tanggal 04 Maret 2022. Dengan kapasitas sebagai BHP, AAI dalam setiap perubahan AD termasuk kepengurusan harus didaftarkan dan mendapat persetujuan Menkumham sesuai ketentuan Pasal 17 ayat (1) Permenkumham No. 3 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum Dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar. Dan menurut catatan profile AAI di Ditjen AHU, tidak ditemukan nama Muhammad Ismak sebagai pengurus DPP AAI periode 2015-2022, artinya kepengurusan tidak didaftarkan untuk disahkan Menkumham.